A. Struktur teks anekdot
Suatu anekdot dibentuk oleh orientasi, komplikasi, dan evaluasi.
1. Orientasi adalah bagian anekdot yang berisi pengenalan kondisi atau karakter tokoh, penggambaran hal-hal terkait dengan apa, kapan, di mana, siapa, mengapa, bagaimana, dan gambaran tentang masalah yang akan dihadapi tokoh.
Contoh:
Perkenalkan, saya Didi. Di sini ada kuli bangunan? Wah, berarti saya satu-satunya ya di sini. Ngomong-ngomong soal liburan, buat kebanyakan orang, liburan itu obat stres, tapi buat saya malah bikin stres. Datang liburan orang-orang sibuk nyiapin rencana mau liburan ke mana. Saya malah sibuk nyari alasan.
2. Komplikasi berisi masalah yang dihadapi tokoh. Pada bagian ini, penulis menyampaikan puncak cerita yang mengundang tawa sekaligus kritikan terhadap topik yang diangkat. Bagian ini disebut juga dengan krisis dan reaksi. Krisis atau komplikasi merupakan bagian yang berisi kekonyolan yang menggelitik dan mengundang tawa. Tanggapan atau respons atas krisis yang dinyatakan sebelumnya disebut sebagai reaksi. Reaksi dapat berupa sikap mencela atau menertawakan.
Contoh:
Anak saya minta liburan, “Pak, ingin ke Dufan.”
“Nak, Jakarta banjir.”
“Ya udah Pak, ke Tangkuban Perahu.”
“Nak, perahunya bocor.”
“Ah bilang aja, Bapak gak punya uang.”
“Cerdas!”
3. Evaluasi berisi komentar terhadap isi atau pesan dari fenomena yang telah diceritakan. Bagian ini disebut juga sebagai koda. Namun, bagian ini bersifat pilihan; dapat ada ataupun tidak ada.
Contoh:
Anak saya itu memang jarang liburan.
B.
Kaidah Kebahasaan dalam Anekdot
Anekdot memiliki ciri kebahasaan sebagai berikut.
1.
Menggunakan Kalimat Retoris
2.
Menggunakan Konjungsi Waktu
3.
Menggunakan Kalimat Tanya
4.
Menggunakan Kalimat Imperatif
5. Menggunakan Kata Kerja Material
6. Menggunakan Majas Sindiran
Teks Anekdot
Antrean Raskin
Alkisah suatu hari ada pembagian beras untuk keluarga miskin alias raskin. Pembagian beras itu dilaksanankan di balai desa. Masyarakat harus mengantre untuk mendapatkan beras itu. Karena antrean terlalu panjang, salah satu warga yang ikut mengantre pun marah-marah.
"Ini pasti gara-gara kepala desa yang korupsi, kita jadi susah begini," kata warga tersebut.
Karena jengkel, dia lantas mendatangi rumah kepala desa sembari berkata, "Kalau begini caranya, saya akan melengserkan kepala desa sekarang juga."
Sesampainya di rumah kepala desa, ternyata sudah banyak orang mengantre untuk menghakimi kepala desa. Bahkan, antrean di rumah kepala desa lebih panjang daripada antrean di tempat pembagian raskin.
Warga yang tadi meninggalkan antrean pembagian raskin dengan kesal ngomel sendiri, "Kalau harus ngantre juga, mendingan ngantre raskin."
Kuis : https://depo.intanonline.com/PRO/INTERAKTIF/2022_0402_19/index.html